Selasa, 03 April 2012

Cerpen (kritis yang terkikis)


Kritis yang terkikis
Hidup mahasiswa hidup rakyat, berantas korupsi, hukum dia yang korupsi jangan beri ampun dia telah makan uang rakyat dia telah menyengsarakan rakyat kecil, Hukum harus tegas kalau mau memberantas korupsi jangan lembek masyarakat sudah muak, hidup mahasiswa hidup rakyat, itulah yang diucapkan orator itu, dia berdiri di tengah-tengah  pendemo lainnya  mereka menyuarakan pemberantasaan korupsi dan hukum harus tegas dalam memberantas korupsi, orator itu bernama Naim, Naim Prayoga nama lengkapnya, namun kesehariannya dia di penggil Naim, dia telah terkenal di kalangan aktivis, dia adalah orator yang ulung, dia pintar dalam bidang advokasi, kesehriannya dia lebih sering membicarakan tentang pemerintahan dan politik, maklumlah di adalah aktifis sejati yang selalu menyoroti kebijakan pemerintah,
Di suasana yang santai sebuah keluarga sedang menikmati berita yang di sajiakan oleh televisi swasta, sajian berita tentang demontrasi mahasiswa menuntut ketegasan hukum tentang pemberantasaan korupsi, demo lagi demo lagi, seloroh seorang anak yang baru berumur belasaan tahun itu, alah kamu itu tau apa tentang demo jawab Naim membela, taulah tuh bakar-bakar ban , teriak-teriak mang ngak capek, emang ngefek??? Seru adiknya dengan nada mengejek, Naim hanya diam saja sambil menikmati sajian televisi itu, dia tak mau menanggapi pernyataan adiknnya itu, karena dia tau klu dia sudah bedebat dengan adiknya maka tidak akan ada ujungnya, lagian dia menganggap adiknya belum ngerti apa-apa, mak-mak liat tu yang teriak-teriak kayaknya mirip kakak bener deh, yang mana jawab ibunya, itu yang pegang micropon, yang pegang TOA, itu loh tangannya sambil menunjuk ke layar televisi itu untuk memperjelas, iya betul jawab ibunya, sedangan naim hanya tersenyum-senyum bangga, im kamu ikut demo lagi, tanya ibunya untuk meykinkankan apakah yang di lihatnya itu benar atau tidak, ikut emang kenapa to mak?, naim memberi keyakinansekaligus bertanya, oalah im-im, kamu itu demo teus kerjaannya kuliah kamu bagaimana coba, kamu itu demo tetus organisasi terus, aku tidak pernah liat kamu belajar, berarti kamu itu kuliah hanya demo-demo-demo, kamu itu harus eling orang tua kamu ini pas-pasan jadi jangan sia-siakan kuliah kamu, mbok kuliah yang baik-baik ngak usah neko-neko, seru ibu itu mengomeli anaknya, mak-mak, masak saya kuliah kerjanya cuman rumah-kampus, rumah-kampus, kapan saya dapat ilmu yang lain-lain, ilmu itu di dapat bukan hanya di bangku kuliah tapi diluar kuliah juga dan buktinya nilai ku ngak buruk-buruk amat, kuliah itu memang penting mak, tapi menyerukan keadilaan dan kebenaraan juga ngak kalah penting, jawab naim menggurui ibunya, oalah kamu itu di bilangin bantah terus, kamu itu orang kecil ngak usah neko-neko, urusi kuliah mu yang benar. yo sudah klu itu mau mu tapi jangan sampai lupa apa yang kamu serukan, apa yang kamu perjuangkan jangan sampai kamu lupakan, yang penting kuliahmu ngak berantakan, jawab ibu itu mengalah karena dia tidak cukup pintar untuk berdebat dengan anaknya itu, ibu tenang saja jawab Naim meyakinan, sedangkan adiknya hanya   meenyimak kata-kata ibu dan kakanya itu walau terkadang ada sesuatu yang tidak dia mengerti.
Angin berhembu begitu cepet, detikan jarum jam terasa cepat, kini naim telah lulus dari perguruan tinggi negri betapa bangganya iya terutama orang tuannya, betul-betul suka cita teramat sangat bagi kedua orang tua itu yang sehari-hari berdagang sayuran banting tulang uuntuk membiayai anak-anaknya sekolah kini terbayar sudah. Kehidupan Naim sebelum dan setelah lulus tidah jauh berbeda, Naim bergelut dalam dunia organisasi, bedanya yang ia masuki adalah oarganisai yang berskala besar atau dapat dikatakan suatu partai politik, Naim adalah salah satu kader yang sangat membanggakan restasinya, dia mampu beretorika dengan baik dan dia mampu mempengaruhi orang dengan kata-katanya, atau kata kasarnya dia telah bisa berpolitik dengan baik, suatu ketika pemilihaan perwakian rakyat di mulai dan naimlah yang di tunjuk untuk maju dalam pemilihan itu, karena kemampuannya yang membanggakan itu terpilihlah dia menduduki salah satu kursi yang diperebutkan setiap oarng-oarng politik.
Naim menyempatkan kembali kerumahnya untuk meminta restu orang tuanya, mak akau minta restu doakan ya mak supaya aku bisa menjalankan tugas ku dengan baik. kami restui kamu, kami doakan kamu supaya kamu bisa memperjuangkan rakyat kecil, seperti yang sering kamu katakan dulu, ingat apa yang kamu perjuangkan dulu dan ingat kekuatan yang besar akan melahirkan tanggung jawab yang besar pula dan juga kamu jangan sampai terlena dengan jabatan dan kemewahan supaya kamu tidak terjerumus apabila kamu sudah terjerumus kamu tidak akan dapat kembali lagi “aku masih ingin mempunyai anak laki-laki” sebuah penyataan  yang tidak jelas namun tidak perlu mencari penjelasaan, Naim hanya diam  mendengarkan dengan saksama wajangan ibunya itu hanya seyum tipi mengembang dari bibirnya senyuman yang tidak jelas artinya,
 Telah tiga tahun dia menduduki kursi empuk itu, akhir-akhir ini terlihat mahasiswa menyerukan Aksinya, Hidup mahasiswa hidup rakyat, berantas korupsi hukum dia yang korupsi jangan beri ampun, dia telah makan uang rakyat dia telah menyengsarakan rakyat kecil, Hukum harus tegas kalu mau memberantas korupsi jangan lembek masyarakat sudah muak, hidup mahasiswa hidup rakyat, kata-kata yang pernah dia katakan sewaktu masih kuliah, kata- kata yang dia agung-agungkan, Tapi keadaan sudah banyak berubah Naim bukanlah naim yang dulu yang selalu menyerukan tentang pemberantasan korupsi yang selalu mengamati kebijakan pemerintah yang selalu membela rakyat kecil, namun keadaan telah berbalik kini Naim menjadi salah satu nama yang di caci masyarakat, telah menjadi parasit dalam negara ini,
Masalah korupsi mencuat lagi dan lebih dahsyat, banyak di media memberitakan tentang korupsi termasuk nama-nama yang terlibatat dalam lingkaran setan itu, namanya pun ikut teseret dalam masalah itu, demonstrasi semakin tidak terkendali masyarakat ikut meramaikan demonstasi itu, indonesia sedang bergejolak masyarakat sudah muak denagan pemerintahan yang bobrok, masyarakat semakin membabi buta, fasiliatas umum dirusak, mobil-mobil pemerintahan di bakar, terjadi bentrokan di sanan-sini, masyarakat menunjukan kemarahannya. Masyarakat mulai hakim sendiri mereka menculik para koruptor karena masyrakat sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah, hukum terlau lemah msyarakat mengganggap hukum hanya akan runcing pada rakyat kecil tapi tumpul ada orang-orang besar, mereka menculik para koruptor itu dan membunuhnya kemudian di kembalikan sisa jasadnya saja.
Telihat seorang ibu melihat kebrutlan masyarakat dari siaran televisi swasta itu sambil mengelus dadanya, tanpa dia sadari air matanya jatuh tetes demi tetes hingga membentuk anak sungai, dia memikirkan nasip anaknya yang telah di culik itu, dia tidak tau anaknya sudah mati atau belum, kalaupun sudah mati dia telah mengiklhaskan namun yang membuat kesedihannya semakin dalam jasadnya belum juga di temukan, ibu itu hanya pasrah menghadapi kenyataan, dia tak bisa berbuat apa-apa, air matanya terus mengalir begitu deras dan terdengar dia berbisik, bukankah aku sering bilang ingatlah apa yang telah kau perjuangan dulu, jangan kamu terlena dengan  jabatan dan kemewahan agar kamu tidak terjerumus dan bila kamu sudah terjerumus kamu tidak akan dapat kembali lagi dan masyarakat akan marah besar,apakah kamu lupa dengan itu semua. liahatlah sekarang masyarakat sedang marah tidak ada yang bisa mengendalikannya dan bukankah aku sudah bilang juga bahwa aku masih ingin mempunyai anak laki-laki, suasana semakin haru adiknya pun ikut mematung diri duduk di samping ibunya dengan melihat keganasan masyarakat dan larut dalam kesedihan yang di rasakan ibunnya itu kesedihan tentang kehilangan, kehilangan seoranng anak, kehilangan seorang kakak. Dan kesedihan tentang keadaan negara ini, negara yang semakin bobrok negara yang menjadi rumah nyaman bagi para korupsi.
















                                                                                                                     

1 komentar: