SESUATU YANG HILANG
Libur
sekolah telah tiba aku memutuskan untuk berlibur di tempat keluarga, aku ingin
menikmati suasana pantai maka karena itu aku memilih berlibur kerumah paman,
paman memiliki anak yang seusia aku udin namanya jadi lebih bisa interaktif
disana, yah sungguh indah matahari yang kemerah-merahan itu, hari pertama aku lakukan untuk berkeliling pantai, sungguh menyegarkan
anginnya semilir menyejukan, aku tidak hanya pergi jalan-jalan tapi aku juga
membantu pekerjaan paman, hitung-hitung pengalaman baru, “rif ayo kita
istirahat dulu di pondok, matahari sudah cukup panas” “iya din udah panas
sekali” “enakya tinggal di sini din”, “apanya yang enak” “ya dapat liat pantai
setiap hari” “bisa mandi-mand juga” “yah nanti lama-lama kamu akan bosan juga”
jawab udin.
Yah
hari libur serasa sangat cepat, hari ini seperti biasa aku membantu udin menjemur
ikan, seperti biasa juga kita istirahat di pondok, “Din lihat ngak nenek-nenek
disana”, ku mencoba mengawali pembicaraan, “oh nenek-nenek itu, iya memang
kenapa”, aku perhatikan dari kemrin setiap hari dia datang duduk dibawah pohon
kelapa itu, apa sih yang dia lakukan”, “aku sendiri kurang tau, tapi kata
orang-orang dia tu orang gila, ya aku juga kurang tau”, “ tapi dia tidak kelihatan
gila” aku mencoba membela nenek itu, yah aku juga berfikir seperti itu” menurut
cerita yang aku dengar dia kehilangan anak dan cucunya saat malaut, sebelum
melaut anak dan cucunya dulu sempat di peringatkan agar jangan melaut, karena
ombak lagi besar, tapi tetap saja ia pergi, sampai sekarang anak dan cucunya
tidak pernah kembali, entah sudah mati, atau lupa pada kampung halaman, toh
nyawanya tidak ditemukan, tapi para nelayan temukan puing-puing kapalnya,
semenjak kejadian itu istri anak nenek itu lalu pergi tanpa memikirkan nasip
mertuaya, nenek itu tidak mempunyi sanak keluarga lain, tetangganyalah yang
masih menaruh rasa iba kepadanya, dan sampai sekarang dia masih mengharapkan suatu
keajaiban anak dan cucunya bisa kembali,” aku menyimak cerita udin dengan
keprihatinan, “ sedih juga ya???” “ yah begitulah.
Keesokan
harinnya seperti biasa nenek itu duduk dibawah pohon kelapa itu, aku semakin
penasaran sama nenek itu aku mencoba mendekat, aku duduk disampingnya, aku
belum berani mengawali pembicaraan, dia juga membisu seribukata, aku mengamati
nenek itu dengan hati-hati, kulitnya sudah tampak keriput walau menurut aku dia
belum terlalu tua sekali, matanya kelihatan mebengkak, mungkin karena selalu
menangis, dan tatapannya sangat kosong,
bajunnya begitu lusuh, dan badannya seperti tidak terawat, hari ini aku hanya
bisa mengamati nenek itu dari dekat tanpa berani bertanya satu pertanyaan pun.
hari berikutnya aku mencoba mendekat lagi dan akupun melihat sama seperti
kemarin,, nenek itu seskali melirik kepadaku, mungkin tanda heran, aku mencoba
memancing pembicaraan, “ nenek apa yang yang nenek tunggu, aku liat nenek
seperti nunggu sesuatu” nenek itu hanya menoleh sesaat tanpa memberi jawaban”,
maaf nek, nenek tinggalnya dimana”, sama seperti sebelumnya tidak ada jawaban,
aku semakin penasaran dengan nenek ini, keesokan harinya setelah membantu udin
aku mencoba mendekati nenek itu lagi, aku berharap kali ini nenek memberi
respon tapi sepertinya hal itu nihil, setiap
hari aku mencoba, sekedar ingin tau dan untuk mengisi hari ibur juga.
Ini
adalah hari ke empat aku mendatangi nenek itu, aku mengajukan pertanyaan yang
sama seperti sebelumnnya, rupanya usahaku tidak sia-sia nenek itu mulai
memperlihatkan respon, dia terseyum kepadaku, aku semakin bersemangat untuk tau
lebih jauh, aku menanyakan banyak hal kepada nenek itu, tapi aku sangat
hati-hati menpertanyakan sesuatu aku tak mu nenek itu tersinggung dan menjadi
beban, karena ia sudah sangat tersiksa dengan keadaan ini, dengan kehilangan
anak dan cucunya, “ nek boleh ngak ku datang kerumah nenek” “boleh, tapi jangan
kaget dengan keadaan rumah nenek”, nenek menjawab dengn suaranya yang parau “
eh....... ngak nek,” “ emang rumah nenek dimana???”, “ dikampung sebelah, “
baiklah kapan-kapan aku kesana”, aku
burusaha mencairkan suasana dengan banyolan-banyolan ku alhasil, terlihat bibir
nenek itu tersenyum walau masih samar-samar, keesokan harinya aku menemani
nenek itu menunggu anak dan cucunya kembali, walau menurut aku hal itu tidak
mungkin terjadi, “nek besok boleh aku kerumah nenek” nenek itu hanya menoleh,
aku melihat bebirnya tersennyum walau tidak terlalu kentara, aku merasa nenek
itu senang akan kedatangan ku kerumahnya, “nek aku kesana dulu ya, mau bantu
udin kasian dia jemur ikan sendiri”, nenek itu mengangguk pelan.
Aku
mendatangi udin dan mulai membantunya “ gimana berhasil???, tanya udin “
berhasil lah, eh din mau ngak kamu antar aku” kemana??? Tanya udin “kerumah
nenek itu” ngapain???, “ ya mau jalan-jalan aja, mau liat rumahnya dimana,
antarin ya....ya....ya....’ “ ya udah besok aku temani”, “gitu dong. Aku memberitahu
pada nenek itu bahwa aku akan datang paling jam-jam sembilan setelah jemur
ikan.
Keesokan
harinya aku datang kesana bersama udin, asalamualaikum aku mencoba memberi
salam, tak lama terdengar jawaban, walaikum salam, nenek itu memnjawab dengan
suara paraunya, aku di persilahkan masuk, aku merasa heran nenek itu kemudian
menangis lalu memeluk aku, ia seperti baru saja medapatkan sesuatu yang
berharga, aku hanya bisa diam membiarkan nenek itu menumpahkan kesedihannya
dipelukan ku, mungkan aku dianggap sebagai cucunya yng hilang dan telah
kembali, tak lama setelah itu nenek
menyuruh aku duduk dan menyuruh aku dan udin untuk makan, “ wah masakannya enak
nek” udin menyeletuk “ iya nek enak lho ayo nek makan bareng, nenek itu pun
makan juga bersama kami, setelah makan kami duduk-duduk di ruang tamu, di situ
kita bercanda, bercerita banyak hal, “ nek besok-besok tidak usah pergi
kepantai lagi, kita akan sering-sering datang kesini untuk menjenguk nenek, aku
memcoba memberi harapan kepada nenek, “ anggaplah lah kami ini cucu nenek”
terlihat seyum nenek mengembang terlihat jelas,,,, mungkin aku telah memberi
harapan kapada nenek itu. Seperti yang aku katakan aku pergi kerumah nenek itu,
hampir setiap hari, berhubung hari liburku belum selesai, dia telah menggap aku
sebagai cucunya sendiri, aku juga menggap nenek itu sebagai nenek sendiri,
hubungan kami semakin dekat, mungkin karena aku sering datang.
Ternyata
hari liburku akhirnya berakhir aku dengan berat hati harus pulang, dan yang
membuat aku sedih aku tidak sempat berpamitan sama nenek. Semua terlalu
mendadak, aku hanya berpesan kepada udin untuk sering-sering menjenguk nenek
itu, “ din jangan lupa jenguk nenek ya” “ iya, jangan kuatir” “ o.........ya
sampaikan salamku buat nenek dan permintaan maafku tidak tidak bisa pamitan
secara langsung” “ sip” sekarang aku pamit, “ paman tante, aku pamit pulang”,
tante menjawab “ o ya hati-hati di jalan, klu ada hari libur, datang lagi
kemari “ iya tante terimakasih” aku mulai menaiki mobil pulang.
Hari-hari
ku bengitu menyenangkan dengan pengalaman yang luar biasa, satu bulan telah berlalu, aku mendapat kabar
dari udin, dia mengatakan bahwa penyakit nenek itu kambuh lagi, nenek selalu
berdiri di depan pagarnnya, menurut tetangganya ia menunggu kedatangan cucunya
dan terus menangis, dan udin mengatakan dia yakin bahwa yang di tunggu adalah
aku, aku terhenyak merasa sedih aku terlalu memberi pengharapan kepada nenek
itu dan aku telah berjanji untuk mengunjunngi setiap hari, aku tak tau harus
berbuat apa. Aku sungguh menyesal telah memberi pengharapan yang berlebihan
pada nenek itu.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar