Kritis yang terkikis
Hidup mahasiswa hidup rakyat, berantas korupsi,
hukum dia yang korupsi jangan beri ampun dia telah makan uang rakyat dia telah
menyengsarakan rakyat kecil, Hukum harus tegas kalau mau memberantas korupsi
jangan lembek masyarakat sudah muak, hidup mahasiswa hidup rakyat, itulah yang
diucapkan orator itu, dia berdiri di tengah-tengah pendemo lainnya mereka menyuarakan pemberantasaan korupsi dan
hukum harus tegas dalam memberantas korupsi, orator itu bernama Naim, Naim
Prayoga nama lengkapnya, namun kesehariannya dia di penggil Naim, dia telah
terkenal di kalangan aktivis, dia adalah orator yang ulung, dia pintar dalam
bidang advokasi, kesehriannya dia lebih sering membicarakan tentang
pemerintahan dan politik, maklumlah di adalah aktifis sejati yang selalu
menyoroti kebijakan pemerintah,
Di suasana yang santai sebuah keluarga sedang
menikmati berita yang di sajiakan oleh televisi swasta, sajian berita tentang
demontrasi mahasiswa menuntut ketegasan hukum tentang pemberantasaan korupsi, demo
lagi demo lagi, seloroh seorang anak yang baru berumur belasaan tahun itu, alah
kamu itu tau apa tentang demo jawab Naim membela, taulah tuh bakar-bakar ban ,
teriak-teriak mang ngak capek, emang ngefek??? Seru adiknya dengan nada
mengejek, Naim hanya diam saja sambil menikmati sajian televisi itu, dia tak
mau menanggapi pernyataan adiknnya itu, karena dia tau klu dia sudah bedebat
dengan adiknya maka tidak akan ada ujungnya, lagian dia menganggap adiknya
belum ngerti apa-apa, mak-mak liat tu yang teriak-teriak kayaknya mirip kakak
bener deh, yang mana jawab ibunya, itu yang pegang micropon, yang pegang TOA,
itu loh tangannya sambil menunjuk ke layar televisi itu untuk memperjelas, iya
betul jawab ibunya, sedangan naim hanya tersenyum-senyum bangga, im kamu ikut
demo lagi, tanya ibunya untuk meykinkankan apakah yang di lihatnya itu benar
atau tidak, ikut emang kenapa to mak?, naim memberi keyakinansekaligus
bertanya, oalah im-im, kamu itu demo teus kerjaannya kuliah kamu bagaimana coba,
kamu itu demo tetus organisasi terus, aku tidak pernah liat kamu belajar,
berarti kamu itu kuliah hanya demo-demo-demo, kamu itu harus eling orang tua
kamu ini pas-pasan jadi jangan sia-siakan kuliah kamu, mbok kuliah yang
baik-baik ngak usah neko-neko, seru ibu itu mengomeli anaknya, mak-mak, masak
saya kuliah kerjanya cuman rumah-kampus, rumah-kampus, kapan saya dapat ilmu
yang lain-lain, ilmu itu di dapat bukan hanya di bangku kuliah tapi diluar kuliah
juga dan buktinya nilai ku ngak buruk-buruk amat, kuliah itu memang penting
mak, tapi menyerukan keadilaan dan kebenaraan juga ngak kalah penting, jawab
naim menggurui ibunya, oalah kamu itu di bilangin bantah terus, kamu itu orang
kecil ngak usah neko-neko, urusi kuliah mu yang benar. yo sudah klu itu mau mu
tapi jangan sampai lupa apa yang kamu serukan, apa yang kamu perjuangkan jangan
sampai kamu lupakan, yang penting kuliahmu ngak berantakan, jawab ibu itu
mengalah karena dia tidak cukup pintar untuk berdebat dengan anaknya itu, ibu
tenang saja jawab Naim meyakinan, sedangkan adiknya hanya meenyimak kata-kata ibu dan kakanya itu
walau terkadang ada sesuatu yang tidak dia mengerti.
Angin berhembu begitu cepet, detikan jarum jam
terasa cepat, kini naim telah lulus dari perguruan tinggi negri betapa bangganya
iya terutama orang tuannya, betul-betul suka cita teramat sangat bagi kedua
orang tua itu yang sehari-hari berdagang sayuran banting tulang uuntuk
membiayai anak-anaknya sekolah kini terbayar sudah. Kehidupan Naim sebelum dan
setelah lulus tidah jauh berbeda, Naim bergelut dalam dunia organisasi, bedanya
yang ia masuki adalah oarganisai yang berskala besar atau dapat dikatakan suatu
partai politik, Naim adalah salah satu kader yang sangat membanggakan
restasinya, dia mampu beretorika dengan baik dan dia mampu mempengaruhi orang
dengan kata-katanya, atau kata kasarnya dia telah bisa berpolitik dengan baik,
suatu ketika pemilihaan perwakian rakyat di mulai dan naimlah yang di tunjuk
untuk maju dalam pemilihan itu, karena kemampuannya yang membanggakan itu
terpilihlah dia menduduki salah satu kursi yang diperebutkan setiap oarng-oarng
politik.
Naim menyempatkan kembali kerumahnya untuk meminta
restu orang tuanya, mak akau minta restu doakan ya mak supaya aku bisa menjalankan
tugas ku dengan baik. kami restui kamu, kami doakan kamu supaya kamu bisa
memperjuangkan rakyat kecil, seperti yang sering kamu katakan dulu, ingat apa
yang kamu perjuangkan dulu dan ingat kekuatan yang besar akan melahirkan
tanggung jawab yang besar pula dan juga kamu jangan sampai terlena dengan
jabatan dan kemewahan supaya kamu tidak terjerumus apabila kamu sudah
terjerumus kamu tidak akan dapat kembali lagi “aku masih ingin mempunyai anak
laki-laki” sebuah penyataan yang tidak
jelas namun tidak perlu mencari penjelasaan, Naim hanya diam mendengarkan dengan saksama wajangan ibunya
itu hanya seyum tipi mengembang dari bibirnya senyuman yang tidak jelas artinya,
Telah tiga
tahun dia menduduki kursi empuk itu, akhir-akhir ini terlihat mahasiswa
menyerukan Aksinya, Hidup mahasiswa hidup rakyat, berantas korupsi hukum dia yang
korupsi jangan beri ampun, dia telah makan uang rakyat dia telah menyengsarakan
rakyat kecil, Hukum harus tegas kalu mau memberantas korupsi jangan lembek
masyarakat sudah muak, hidup mahasiswa hidup rakyat, kata-kata yang pernah dia
katakan sewaktu masih kuliah, kata- kata yang dia agung-agungkan, Tapi keadaan
sudah banyak berubah Naim bukanlah naim yang dulu yang selalu menyerukan
tentang pemberantasan korupsi yang selalu mengamati kebijakan pemerintah yang
selalu membela rakyat kecil, namun keadaan telah berbalik kini Naim menjadi
salah satu nama yang di caci masyarakat, telah menjadi parasit dalam negara
ini,
Masalah korupsi mencuat lagi dan lebih dahsyat,
banyak di media memberitakan tentang korupsi termasuk nama-nama yang terlibatat
dalam lingkaran setan itu, namanya pun ikut teseret dalam masalah itu,
demonstrasi semakin tidak terkendali masyarakat ikut meramaikan demonstasi itu,
indonesia sedang bergejolak masyarakat sudah muak denagan pemerintahan yang
bobrok, masyarakat semakin membabi buta, fasiliatas umum dirusak, mobil-mobil
pemerintahan di bakar, terjadi bentrokan di sanan-sini, masyarakat menunjukan
kemarahannya. Masyarakat mulai hakim sendiri mereka menculik para koruptor
karena masyrakat sudah tidak percaya lagi dengan pemerintah, hukum terlau lemah
msyarakat mengganggap hukum hanya akan runcing pada rakyat kecil tapi tumpul
ada orang-orang besar, mereka menculik para koruptor itu dan membunuhnya
kemudian di kembalikan sisa jasadnya saja.
Telihat seorang ibu melihat kebrutlan masyarakat
dari siaran televisi swasta itu sambil mengelus dadanya, tanpa dia sadari air
matanya jatuh tetes demi tetes hingga membentuk anak sungai, dia memikirkan
nasip anaknya yang telah di culik itu, dia tidak tau anaknya sudah mati atau
belum, kalaupun sudah mati dia telah mengiklhaskan namun yang membuat
kesedihannya semakin dalam jasadnya belum juga di temukan, ibu itu hanya pasrah
menghadapi kenyataan, dia tak bisa berbuat apa-apa, air matanya terus mengalir
begitu deras dan terdengar dia berbisik, bukankah aku sering bilang ingatlah
apa yang telah kau perjuangan dulu, jangan kamu terlena dengan jabatan dan kemewahan agar kamu tidak
terjerumus dan bila kamu sudah terjerumus kamu tidak akan dapat kembali lagi
dan masyarakat akan marah besar,apakah kamu lupa dengan itu semua. liahatlah
sekarang masyarakat sedang marah tidak ada yang bisa mengendalikannya dan bukankah
aku sudah bilang juga bahwa aku masih ingin mempunyai anak laki-laki, suasana
semakin haru adiknya pun ikut mematung diri duduk di samping ibunya dengan
melihat keganasan masyarakat dan larut dalam kesedihan yang di rasakan ibunnya
itu kesedihan tentang kehilangan, kehilangan seoranng anak, kehilangan seorang
kakak. Dan kesedihan tentang keadaan negara ini, negara yang semakin bobrok
negara yang menjadi rumah nyaman bagi para korupsi.